Dahulu kala ada dua orang yang kelaparan, mereka berdua tidak memiliki uang sama sekali, dalam perjalanan mereka bertemu dengan seorang tua yang baik hati, memberikan kepada mereka sebuah alat pancing dan satu keranjang ikan segar.
Salah satu orang berpikir, asalkan saya menggunakan alat pancing tersebut untuk memancing ikan, di kemudian hari saya selamanya tidak perlu merisaukan pangan. Orang yang satunya lagi matanya memandang ke sekeranjang ikan dengan rakus, dia penasaran hendak segera menghabiskan sekeranjang ikan segar itu.
Dua orang masing-masing mempunyai pemikiran yang berbeda, akhirnya mereka mendapatkan sesuai dengan keinginan masing-masing. Karena sudah tak sabar hendak mencapai tujuannya, di samping itu mereka juga takut pihak lain akan berubah pikiran, maka kedua orang tersebut cepat-cepat memisahkan diri.
Orang yang mendapat sekeranjang ikan segar, dengan segera mencari sebuah tempat untuk menyulut api dan memasak semua ikan dalam keranjang itu. Setelah matang, dia melahapnya hingga habis. Sehingga di kemudian hari, orang tersebut meninggal kelaparan di samping keranjang ikan yang telah kosong.
Lantas bagaimana nasib seorang lagi? Dia sudah kelaparan hingga badan lemas, mata berkunang-kunang, dengan membawa tangkai pancing dia berjalan sambil merangkak (karena hampir kehabisan tenaga) menuju ke arah pantai. Ketika terlihat olehnya di depan terbentang lautan luas, sisa tenaga yang ada dalam dirinya telah terkuras habis. Dengan tangan masih menggenggam erat tangkai pancing, dia meninggal dunia.
Di kemudian hari, ada dua orang yang kelaparan lagi. Mereka sama seperti dua orang kelaparan yang sebelumnya, juga mendapatkan sebuah pancing dan sekeranjang ikan segar dari orang tua berbudi itu. Ketika mereka hendak berpisah, orang yang mendapatkan tangkai pancing berpikir, “Jika saya membawa pergi tangkai pancing tersebut, bagaimana kelak hidupnya jika sekeranjang ikan segar itu telah habis dimakan?”
Orang yang mendapatkan sekeranjang ikan segar itu juga berpikir, “Saya hampir mati karena kelaparan, walaupun saya ingin segera melahap habis ikan-ikan tersebut seorang diri, tetapi dia yang membawa tangkai pancing itu juga kelaparan. Jangan-jangan belum sampai di laut dia sudah mati kelaparan, bagaimana hal tersebut boleh terjadi?”
Dengan pemikiran yang demikian kedua orang itu bersamaan membalikkan badan, mereka saling mengutarakan pemikiran masing-masing kepada yang lain. Akhirnya mereka mengambil suatu keputusan membawa tangkai pancing dan sekeranjang ikan segar itu untuk bersama-sama pergi mencari laut. Dalam perjalanan, mereka sangat hemat mengonsumi bekal ikan, dan hati mereka dipenuhi dengan kegembiraan.
Setelah bertemu laut, mereka secara bergantian, bahu membahu memancing ikan sebagai santapan sehari-hari. Sejak hari itu pula mereka telah menjadi sahabat sejati, dengan mata pencaharian sebagai nelayan.
Beberapa tahun kemudian, mereka membangun rumah di tepi pantai. Masing-masing telah memiliki keluarga dan mempunyai beberapa anak. Mereka juga telah membuat kapal-kapal penangkap ikan milik sendiri, dan hidup bahagia.
Dari cerita di atas, kita bisa menarik suatu pelajaran dalam hidup. Seseorang jika hanya mementingkan keuntungan di depan mata saja, tidak akan bisa mengambil pilihan yang tepat. Dia hanya bisa mendapatkan kepuasan diri sesaat saja, nyawanya mungkin bisa hilang untuk selamanya karena keegoan dirinya itu.
Seseorang jika hanya bisa memikirkan dirinya sendiri, tidak mengerti bagaimana memikirkan orang lain, bukan hanya dalam hidupnya sangat sulit mencapai keberhasilan, perjalanan dalam hidup orang tersebut juga akan selalu dalam kesengsaraan serta penuh dengan kekecewaan atau frustrasi.
Credits : http://cerigis.blogspot.com/
Credits : http://cerigis.blogspot.com/